Surah Muhammad ayat 7 :
"Wahai orang- orang yg beriman,
jika kamu menolong Allah, nescaya Dia akan
menolong kamu dan meneguhkan kedudukanmu."

Sunday, August 8, 2010

10 Pohon Ramadhan

Ibarat sebuah tanaman, maka amaliyah
Ramadhan adalah pohonnya. Mediumnya
adalah bulan Ramadhan. Pohon apa yang
kita tanam di medium Ramadhan, itulah
yang akan kita petik, itulah yang akan kita
ni'mati. Karena “siapa menanam dia yang
menuai”.

Pertanyaannya; Pohon apakah yang perlu
kita tanam di bulan suci ini?

Paling tidak ada 10 pohon Ramadhan yang
mesti kita tanam di medium bulan
Ramadhan ini:

Pohon pertama, puasa. Tidak sekedar menahan
hal yang membatalkan puasa –makan, minum
dan berhubungan biologis - dari terbit fajar
sampai terbenamnya matahari saja. Karena,
kalau hanya sekedar menahan yang demikian,
boleh jadi anak kecil, bisa melakukannya.
Betapa anak-anak kita sudah belajar puasa
semenjak dibangku sekolah bukan?

Nah, kalau demikian, apa bezanya puasa kita
dengan mereka? Harus ada nilai lebih, yaitu
menjaga dari yang membatalkan nilai dan pahala
puasa.
Apa yang membatalkan nilai puasa? Di antaranya
bohong, ghibah, namimah, mengumpat, hasud dan
penyakit hati lainnya. Dengan demikian, mata,
telinga, lisan, tangan, kaki dan anggota badan kita
ikut serta berpuasa.

“Betapa banyak orang yang puasa, tidak mendapatkan
sesuatu kecuali hanya rasa lapar dan dahaga semata.”
Begitu penegasan Rasulullah saw.

Pohon kedua, sahur. Sahur tidak pengganti sarapan
pagi, bukan juga penambah makan malam. Namun
sahur yang penuh berkah, yang dilakukan diakhir
men jelang waktu fajar. Di sinilah waktu-waktu yang
sangat mahal, doa dikabulkan, permintaan dipenuhi.
Sehingga ketika melaksanakan sahur tidak sambil
nonton hiburan, tayangan yang melenakan, oleh media
elektronik. Sibukkan diri dan keluarga kita dengan
mensyukuri nikmat Allah dengan bersama-sama
melaksanakan sunnah sahur ini dengan penuh hikmat
dan kekeluargaan.
“Sahurlah, karena dalam sahur itu ada keberkatan.”
Begitu sabda Rasulullah saw. mengajarkan.

Pohon ketiga, iftar (Buka puasa). Sunnah buka puasa
itu disegerakan. Ketika dengar kumandang azan
Maghrib, segera lakukan buka puasa. Jangan tunda,
jangan di tangguh2kan.

Dengan apa kita iftar? Sunnahnya dengan ruthab atau
kurma muda. Berapa biji? Bilangan ganjil satu atau
tiga biji. Kalau tidak ada, seteguk air putih. Itu yang
dilakukan Rasulullah saw., bukan dengan memakan
aneka hidangan, bukan. Dan Rasulullah saw. pun
baru makan besar setelah shalat tarawih.
Iftar bukan kerana balas dendam, seharian manahan
lapar, seakan ingin melampiaskan rasa laparnya
dengan memakan semua yang ada. Perilaku ini tentu
tidak akan membawa perubahan dalam kehidupan
pelakunya. Justeru dengan berlapar-lapar sambil
merenungkan hikmah puasa dan menjadi bukti
kesyukuran adalah sebagian dari target berpuasa.
Sehingga dengan sedar dan hikmah kita berdoa
saat berbuka:
“Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa, dengan rezki-Mu
aku berbuka, telah hilang rasa haus-dahagaku,
kerongkongan telah basah, karena itu tetapkan
pahala bagiku, insya Allah.”

Pohon keempat, solah terawih. Terawih berasal dari
akar kata “raaha-yaruuhu-raahatan-watarwiihatan-
yang artinya rehat, istirahat, santai. Sehingga solah
terawih adalah solah yang dilaksanakan dengan
toma’ninah, santai, khusyu’ dan penuh penghayatan,
bukan hanya sekedar mengejar target bilangan
raka'atnya saja, mahu delapan, dua puluh atau
empat puluh.... kerjakanlah dengan memperhatikan
rukun, wajib, dan sunnah solahnya.

Kalau kita disuruh memilih, apakah solah terawih di
masjid yang dalamnya dibaca “idzaa jaa’a nashrullahi
wal fathu” atau solah terawih di masjid yang baca
“idzaa jaa’akal munaafiquna qaaluu nasyhadu innaka
larasuuluh…” Pilih mana?
Kita tidak dalam posisi membandingkan surah yang
dibaca, semua adalah surah dalam Al-Qur’an, namun
kita ingin membandingkan sikap kita, apa kita pilih
yang panjang-panjang namun khusyu’ atau pilih yang
pendek-pendek namun secepat kilat.

Umat Islam harus berani menilai diri dalam hal
perlaksanaan solah terawih ini. Sebab, sudah kesekian
kali kita melaksanakan solah terawih dalam hidup
kita, namun kita belum bisa meresapi, merenungkan
dan mendapatkan manisnya solah, bermunajat kepada
Allah swt. secara langsung.

Bukankah Rasulullah saw. meneladankan kepada
kita, bahwa beliau solah terawih, di reka’at pertama
setelah beliau membaca surat Al-Fatihah, beliau
membaca surah Al-Baqarah sampai selesai, para
sahabat mengira beliau akan ruku’, namun beliau
melanjutkan membaca surah An-Nisa’ sampai selesai,
para sahabat kembali mengira beliau akan ruku’,
namun kembali beliau membaca surah Ali-Imran
sampai selesai, baru beliau ruku’. Sedangkan ruku’,
i’tidal dan sujud beliau lamanya seperti beliau berdiri
rakaat pertama. Subhanallah!

Tentu kita tidak sekuat Rasulullah saw. namun yang
kita teladani dari beliau adalah pelaksanaannya,
dengan cara yang toma’ninah, khusyu’ dan penuh
tadabbur.

Pohon kelima, tilawatul Qur’an. Membaca Al-Qur’an.
Atau yang populer adalah tadarus Al-Qur’an.
Tadarus tidak hanya dilakukan di bulan suci ini,
juga dilakukan setiap hari di luar Ramadhan,
namun pada bulan suci ini tadarus lebih dikuatkan,
ditambahkan kuantitas dan kualitasnya. Setiap
malam, Rasulullah saw. bergantian bertadarus
dan mengkhatamkan Al-Qur’an dengan malaikat
Jibril.

Imam Malik, ketika memasuki bulan suci Ramadhan
meninggalkan semua aktivitas keilmuan atau
memberi fatwa. Semua ia tinggalkan hanya untuk
mengisi waktu Ramadhannya dengan tadarus.

Imam Asy-Syafi’i, si-empunya madzhab yang diikuti
di negeri ini, ketika masuk bulan Ramadhan ia
mengkhatamkan Al-Qur’an sehari dua kali, sehingga
beliau khatam Al-Qur’an 60 kali selama sebulan
penuh. Subhanallah!
Kita tidak perlu mendebat, apakah itu mungkin?
Bagaimana caranya beliau bisa melakukan hal itu?
Esensi yang jauh lebih penting adalah, semangat dan
mujahadah yang kuat itulah yang mesti kita miliki
dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an.

Pohon keenam, ith’aamul iftar (memberi berbuka
puasa). Jangan diremehkan memberi berbuka
puasa kepada orang yang berpuasa, baik
langsung maupun lewat masjid. Walau hanya
satu butir kurma, satu teguk air, makanan,
minuman dan lainnya. Sebab, nilai dan pahalanya
sama seperti orang yang berpuasa yang kita
kasih berbuka itu. Di negara-negara Timur-Tengah,
tradisi dan sunnah memberi buka puasa ini
sangat kental. Hampir-hampir setiap rumah
membuka pintu selebar-lebarnya bagi para
kerabat, musafir, tetangga, sahabat, untuk
berbuka bersama dengan mereka.

Kita jadikan memberi buka bersama ini sebagai
sarana menebar kepedulian, kekeluargaan,
keakraban, dengan sesama, lebih lagi sebagai
sarana fastabiqul khairat.

Pohon ketujuh, i’tikaf. Melaksanakan i’tikaf 10
hari akhir Ramadhan. Inilah amalan sunnah
muakkadah yang tidak pernah ditinggalkan
Rasulullah saw. semasa hidupnya. Lebih dari 8
atau 9 kali beliau beri’tikaf di bulan suci ini,
bahkan di tahun di mana beliau meninggal,
beliau beri’tikaf 20 hari akhir Ramadhan.
Beliau membangunkan istri-sitrinya, kerabatnya
untuk menghidupkan malam-malam mulia
dan mahal ini. (baca i’tikaf)

Pohon kedelapan, taharri lailatail qadar.
Memburu lailatul qadar. Usia rata-rata umat
Muhammad adalah 60 tahun, jika lebih, itu kira
bonus dari Allah swt. Namun usia yang relatif
pendek itu bisa menyamai nilai dan makna usia
umat-umat terdahulu yang bilangan umur mereka
ratusan bahkan ribuan tahun. Bagaimana caranya?
Ya, dengan cara memburu lailatul qadar, sebab
orang yang meraih lailatul qadar dalam kondisi
beribadah kepada Allah swt., berarti ia telah
berbuat kebaikan sepanjang 1000 bulan atau
84 tahun 3 bulan penuh. Jika kita meraih lailatul
qadar sekali, dua kali, tiga kali, dan seterusnya,
maka nilai usia dan ibadah kita bisa menyamai
umat-umat terdahulu.

Rahsia inilah yang di yaumil akhir kelak, umat
Muhammad saw. dibangkitan dari alam kubur
terlebih dahulu, dihisab terlebih dahulu, di
masukkan ke syurga terlebih dahulu, dan juga
dimasukkan ke neraka terlebih dahulu,
waliyadzu billah.

“Pada bulan ini ada satu malam yang lebih baik
dari seribu bulan, siapa yang terhalang dari
kebaikannya berarti ia telah benar-benar
terhalang dari kebaikan.” (H.R. Ahmad)

Pohon kesembilan, umrah. Melaksanakan
ibadah umrah dibulan suci Ramadhan,
terutama 10 akhir Ramadhan. Sebab
melaksanakan umrah di bulan suci ini
seperti malaksanakan ibadah haji atau
ibadah haji bersama Rasulullah saw.

“Umrah di bulan Ramadhan sebanding
dengan haji.” Dalam riwayat yang lain:
“Sebanding haji bersamaku.” (HR. Bukhari
dan Muslim)

Pohon kesepuluh, menunaikan ZISWAF,
yaitu mengeluarkan zakat, infaq, sedekah
dan wakaf. ZISWAF adalah merupakan ibadah
maaliyah ijtima’iyyah, ibadah yang terkait
dengan harta dan berdampak pada manfaat
sosial. Mengeluarkan ZISWAF tidak hanya
di bulan suci Ramadhan, kecuali zakat fitrah
yang memang harus dikeluarkan sebelum
solah iedul fitri, sedangkan zakat-zakat yang
lain, sedekah dan infaq dilakukan bila2 saja dan
di mana saja, namun karena bulan Ramadhan
menjanjikan kebaikan berlipat, biasanya
kesempatan ini tidak disia-siakan umat muslim,
sehingga umat muslim berbondong-bondong
menunjukkan kepeduliannya dengan berZISWAF.
Tentu dilakukan dengan baik, benar dan
tidak memakan korban. Lebih baik lagi jika
disalurkan lewat Lembaga Amil Zakat yang
memang mengelola dana-dana umat ini
sepanjang hari, tidak hanya tahunan.
Berbicara tentang potensi ZISWAF di negeri
ini sangatlah besar jumlah, setiap tahunnya
potensi ZISWAF itu 19, 3 Trilyun Rupiah.
Subhanallah, dana yang tidak sedikit yang
jika bisa digali, diberdayakan, maka ekonomi
umat Islam akan lebih baik.

Inilah 10 pohon Ramadhan, “Siapa menanamnya
ia akan menuai”, biidznillah. Allahu a’lam.....

No comments:

Post a Comment