SELURUH KEHIDUPAN INI ADALAH UJIAN ALLAH
Semua pujian kepada Allah yang memberi petunjuk kepada kita semua.
Dia lah yang yang menjadikan mati dan hidup untuk menguji kamu siapakah
di antara kamu yang lebih baik amalannya. Al-Mulk -2.
Kami uji mereka dengan kebaikan dan keburukan supaya mereka kembali
Al-'araf 168
Seluruh kehidupan ini adalah ujian, sama ada baik atau buruk.
Seringkali orang ingat ujian Allah apabila ia ditimpa sesuatu yang tidak di sukai.
Ia patut ingat juga ujian Allah apabila ia mendapat sesuatu yang disukai.
Kerana Allah menguji apabila senang, apakah amalan kita.
Sama seperti apabila susah, apakah amalan kita.
Dia lah yang yang menjadikan mati dan hidup untuk menguji kamu siapakah
yang lebih baik amalannya. Al-Mulk -2.
Sering kita lupa asalnya kita semua mati, kita bercakap tentang hidup
seolah-olah kita belum pernah mati hingga yang memberi tazkiratul maut pun
ada yang terlupa perkara ini. Tentunya kita akan kembali mati sekali lagi dan
hidup semula sekali lagi.
Tiga golongan dalam menghadapi ujian
1) golongan yang lupa Allah dengan ujian yang baik
dan berputus asa bila diuji dengan yang buruk. mohon Allah lindungi kita
2) golongan yang ingat Allah apabila ujian buruk
tetapi lupa apabila ujian baik -- Mohon Allah bantu perbaiki diri kita
3) Sungguh anih urusan orang mukmin apabila senang dia bersyukur
apabila ditimpa bencana dia bersabar kedua-duanya bermanafaat kepadanya.
Mohon Allah permudahkan kita menjadi sedemikian.
Surah Muhammad ayat 7 :
"Wahai orang- orang yg beriman,
jika kamu menolong Allah, nescaya Dia akan
menolong kamu dan meneguhkan kedudukanmu."
Tuesday, April 6, 2010
Thursday, April 1, 2010
Sejujurnya, apa yang kita ajar anak-anak kita dlm hal kematian???
Sejauh-jauh kaki melangkah, umur kita akan berakhir juga. Kelak, di suatu waktu yang kita tak pernah tahu bila datangnya, Allah Ta'ala akan mengirimkan utusan-Nya untuk menemui kita dan menghantarkan ruh kita ke hadapan-Nya. Akan ada tangis dan rasa kehilangan bagi orang-orang yang kita tinggalkan, meskipun tangisan itu mungkin tertahan di dalam dada. Akan ada doa-doa yang diucapkan sebagai ungkapan cinta yang begitu besar, meskipun sebesar-besarnya cinta, mereka tak akan mau menemani kita dalam kubur. Maka ketika itu, segala bentuk penghormatan tak berguna lagi. Hanya tiga yang masih boleh kita harapkan selain amal-amal yang sudah selesai pencatatannya: ilmu yang manfaat, amal jariyah, dan anak-anak solih yang mendoakan.
Kalau hari ini kita berharap anak-anak kita menjadi orang-orang hebat, punya gelar yang berderet-deret panjang, memiliki catatan prestasi yang tinggi, dan di waktu sekolah mereka selalu menjadi bintang kelas, maka itu semua tak lagi kita perlukan ketika malaikat Allah datang bertamu, untuk memeriksa amal-amal kita. Tepuk tangan tak lagi indah untuk dikenang jika ia hampa dari kebaikan. Prestasi menakjubkan tak lagi membahagiakan jika tak disertai dengan keimanan. Bahkan doa-doa yang mereka panjatkan, tak ada artinya bagi kita jika tak disertai kesolihan. Bukankah doa-doa mereka hanya akan berguna apabila dipanjatkan dengan jiwa yang penuh kesolihan? Waladun solihun yad'ulah bermakna kesolihan yang diiringi dengan kesediaan untuk mendoakan orangtuanya.
Tak ada gunanya mereka berdoa untuk kita bila pada diri mereka tak ada kesolihan, sebab solih dulu baru doa. Andaikata anak-anak kita hidupnya penuh kesolihan, itu sudah cukup untuk menghantarkan kita pada kemuliaan di akhirat. Sebab setiap kali mereka melakukan ibadah dan amal solih, selalu ada kebaikan yang tercatat untuk kita. Bukankah kita yang mengajarkan kebaikan pada mereka? Dan bukankah kalau kita mengajarkan kebaikan, lalu orang mengikutinya, maka bagi kita pahala sebagaimana pahala orang yang mengerjakannya?
Wallahu a'lam bisowab.
Teringatlah saya dengan firman Allah 'Azza wa ta’ala,
"Syurga'Adn. Mereka masuk ke dalamnya bersama mereka yang solih dari orangtua mereka, isteri-isteri mereka, dan anak cucu mereka, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu." (Ar-Ra'du: 23).
Lihatlah! Allah sudah ciptakan syurga 'Adn untuk kita dan anak-anak kita. Ia ciptakan pula malaikat-malaikat yang akan masuk dari semua pintu untuk melayani segala yang kita mau. Ia ciptakan semua itu untuk kita dan anak-anak kita yang solih. Tetapi sudah solihkah kita sehingga berani berharap anak-anak yang solih? Fikir dan renungkanlah ke dalam diri kita. Kiranya tanpa pertolongan Allah, apakah yang dapat kita harapkan dari dunia ini? Sedangkan TV selalu mengajak kita untuk lalai? Bahkan tayangan-tayangan yang disebut sebagai berunsur agama pun, lebih banyak yang meruntuhkan iman daripada yang membangunkannya.
Ah, diam-diam saya teringat dengan firman Allah ketika memperingatkan Rasulullah Sollallahu 'alaihi wassallam:
"Dan di antara manusia ada yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penentang yang paling keras." (Al-Baqarah: 204).
Berhentilah berharap dari apa yang tidak kita usahakan. Berhentilah bermimpi tentang TV yang bersiaran untuk kesempurnaan ruhiyah anak-anak kita, kecuali jika engkau berbuat yang nyata. Kelak kita tak dapat beri alasan kepada Allah di Yaumil-Hisab apabila anak kita lemah imannya dan rapuh jiwanya gara-gara TV. Tetapi apakah tanpa nonton TV anak-anak kita terselamat dari pengaruh negatif? Maka, apabila sekali waktu dadamu terasa sesak mendengar perkataan yang tidak layak dari anak-anak, mohonkanlah kepada Tuhanmu dengan jiwa yang menangis. Mohonkanlah dengan sungguh-sungguh, semoga setiap letih dan sedihmu akan menghantar mereka pada kemuliaan. Sesungguhnya di bawah telapak kakimu, wahai para ibu, ada syurga anak-anakmu. Dan pada ruang batinmu, terletak keselamatan mereka di dunia hingga akhirat.
Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niatnya. Jika yang ada di ruang batinmu adalah dunia, maka ketika mengajarkan agama pun, dunia yang sampai pada mereka. Kita ajarkan berdoa pada mereka, tetapi yang mereka harap dari doa itu adalah dunia. Mereka rajin berpuasa isnin dan khamis, tetapi mereka menahan lapar bukan karena mencintai sunnah Nabi, melainkan agar hajat-hajatnya pada dunia tercapai dan harapannya terkabul.
Sebaliknya jika yang ada di ruang batinmu adalah harapan pada kehidupan yang kekal di kampung akhirat, insya Allah kemana pun mereka berjalan, di situlah mereka menghadapkan wajahnya kepada Allah. Inilah yang akan mengawal mereka, mengawasi perbuatan mereka, dan menjaga tindakan mereka. Dan inilah sebaik-baik pengawasan, sebab ia tidak mempersyaratkan hadirnya kita setiap saat. Alangkah banyak orangtua yang menggunakan kekuatannya untuk membuat anak tunduk. Sementara mereka lupa bahwa badan yang segar ini akan lemah juga, suara yang keras ini akan sayu-sayup juga, dan mata yang selalu awas ini akan kehilangan kekuatannya juga; baik karena anak-anak yang semakin jauh ruang geraknya atau karena mata kita telah dimakan usia.
Mengingat ini semua, maka siapkanlah anak-anak kita untuk hidup di negeri akhirat. Apa pun yang engkau kerjakan, jadikan ia sebagai jalan untuk mempersiapkan mereka menghadap Tuhannya. Kalau di saat dinginnya malam menusuk tulang mereka menyusahkan kita, maka ikhlaskanlah kesusahan itu. Semoga Allah cukupkan kesusahan sampai di situ. Tidak berpanjang-panjang hingga akhirat. Sebab di hari kiamat, setiap kesusahan tak dapat diselesaikan, kecuali apabila kita mendapat syafa'at.
Kalau engkau bangun di tengah malam untuk membuatkan susu untuk anakmu, bancuhlah ia dengan bersungguh sambil mengharap agar setiap titis yang masuk ke kerongkongnya akan menyuburkan setiap benih kebaikan dan menyingkirkan setiap bisikan yang buruk. Kalau engkau menyuapkan makanan untuknya, maka mohonlah kepada Allah agar setiap makanan yang mengalirkan darah di tubuh mereka akan mengukuhkan tulang-tulang mereka, membentuk daging mereka, dan membangkitkan jiwa mereka sebagai penolong-penolong agama Allah. Semoga dengan itu setiap suapan yang masuk ke mulut mereka akan membangkitkan semangat dan meninggikan martabat. Mereka bersemangat untuk senantiasa menuntut ilmu, menunaikan amanah dan meninggikan nama Tuhannya, Allah 'Azza wa Jalla.
Kalau setiap kali ada yang engkau inginkan dari dunia ini, perdengarkanlah kepada mereka pengharapanmu kepada Allah, sehingga mereka akan dapat merasakan sepenuh jiwa bahwa hanya kepada Allah kita meminta. Sesungguhnya anak-anak yang kuat jiwanya adalah mereka yang yaqin kepada janji Tuhannya. Mereka tidak meminta-minta pada manusia, dan tidak takjub pada nama-nama orang yang disebut dengan penuh pujian. Hari ini, anak-anak kita sedang dilemahkan oleh media. Mereka diajak menakjubi manusia. Padahal manusia yang ditakjubi itu tiada kuasa untuk membuat diri mereka sendiri bersinar. Padahal untuk dapat disebut idola, mereka memerlukan dukungan suara-suara kita.
Ajarkan pada mereka keinginan untuk berbuat bagi agama Allah. Bangkitkan pada diri mereka tujuan hidup yang sangat kuat. Jika dua perkara ini ada pada diri mereka, insya Allah mereka akan tumbuh sebagai orang-orang yang penuh semangat. Kecerdasan mereka akan melonjak, berkembang pesat dan bakatnya akan tumbuh dengan baik. Mengikut teori kecerdasan majemuk, ada kecerdasan yang apabila berkembang akan merangsang kecerdasan lain untuk berkembang lebih pesat. Sementara pada anak-anak yang usianya telah tidak memungkinkan lagi mengembangkan kecerdasan, maka potensi kecerdasan yang ada akan melonjak secara lebih optimal. Nah, kecerdasan yang dapat merangsang jenis-jenis kecerdasan lain itu adalah kecerdasan eksistensial. Intinya pada kepekaan untuk merasakan, menghayati dan memahami tujuan hidup di atas pijakan keyakinan terhadap Tuhan.
Tanamkan juga pada diri mereka kesedaran untuk belajar menemukan fardhu kifayah di luar solah jenazah yang menyangkut kepentingan ummat ini, insya Allah yang demikian ini akan mengasah kepekaannya terhadap tanggung jawab. Setiap saat ia belajar berfikir apa yang patut dan sebaiknya dikerjakan bagi umat ini, sehingga membuat potensinya terasah dan kreativitasnya berkembang. InsyaAllah.
Demikianlah. Setelah Allah berikan dunia kepada kita, maka apa lagikah yang kita harapkan kecuali akhirat?*
Penulis : Muhammad Fauzil Adhim
Sejauh-jauh kaki melangkah, umur kita akan berakhir juga. Kelak, di suatu waktu yang kita tak pernah tahu bila datangnya, Allah Ta'ala akan mengirimkan utusan-Nya untuk menemui kita dan menghantarkan ruh kita ke hadapan-Nya. Akan ada tangis dan rasa kehilangan bagi orang-orang yang kita tinggalkan, meskipun tangisan itu mungkin tertahan di dalam dada. Akan ada doa-doa yang diucapkan sebagai ungkapan cinta yang begitu besar, meskipun sebesar-besarnya cinta, mereka tak akan mau menemani kita dalam kubur. Maka ketika itu, segala bentuk penghormatan tak berguna lagi. Hanya tiga yang masih boleh kita harapkan selain amal-amal yang sudah selesai pencatatannya: ilmu yang manfaat, amal jariyah, dan anak-anak solih yang mendoakan.
Kalau hari ini kita berharap anak-anak kita menjadi orang-orang hebat, punya gelar yang berderet-deret panjang, memiliki catatan prestasi yang tinggi, dan di waktu sekolah mereka selalu menjadi bintang kelas, maka itu semua tak lagi kita perlukan ketika malaikat Allah datang bertamu, untuk memeriksa amal-amal kita. Tepuk tangan tak lagi indah untuk dikenang jika ia hampa dari kebaikan. Prestasi menakjubkan tak lagi membahagiakan jika tak disertai dengan keimanan. Bahkan doa-doa yang mereka panjatkan, tak ada artinya bagi kita jika tak disertai kesolihan. Bukankah doa-doa mereka hanya akan berguna apabila dipanjatkan dengan jiwa yang penuh kesolihan? Waladun solihun yad'ulah bermakna kesolihan yang diiringi dengan kesediaan untuk mendoakan orangtuanya.
Tak ada gunanya mereka berdoa untuk kita bila pada diri mereka tak ada kesolihan, sebab solih dulu baru doa. Andaikata anak-anak kita hidupnya penuh kesolihan, itu sudah cukup untuk menghantarkan kita pada kemuliaan di akhirat. Sebab setiap kali mereka melakukan ibadah dan amal solih, selalu ada kebaikan yang tercatat untuk kita. Bukankah kita yang mengajarkan kebaikan pada mereka? Dan bukankah kalau kita mengajarkan kebaikan, lalu orang mengikutinya, maka bagi kita pahala sebagaimana pahala orang yang mengerjakannya?
Wallahu a'lam bisowab.
Teringatlah saya dengan firman Allah 'Azza wa ta’ala,
"Syurga'Adn. Mereka masuk ke dalamnya bersama mereka yang solih dari orangtua mereka, isteri-isteri mereka, dan anak cucu mereka, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu." (Ar-Ra'du: 23).
Lihatlah! Allah sudah ciptakan syurga 'Adn untuk kita dan anak-anak kita. Ia ciptakan pula malaikat-malaikat yang akan masuk dari semua pintu untuk melayani segala yang kita mau. Ia ciptakan semua itu untuk kita dan anak-anak kita yang solih. Tetapi sudah solihkah kita sehingga berani berharap anak-anak yang solih? Fikir dan renungkanlah ke dalam diri kita. Kiranya tanpa pertolongan Allah, apakah yang dapat kita harapkan dari dunia ini? Sedangkan TV selalu mengajak kita untuk lalai? Bahkan tayangan-tayangan yang disebut sebagai berunsur agama pun, lebih banyak yang meruntuhkan iman daripada yang membangunkannya.
Ah, diam-diam saya teringat dengan firman Allah ketika memperingatkan Rasulullah Sollallahu 'alaihi wassallam:
"Dan di antara manusia ada yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penentang yang paling keras." (Al-Baqarah: 204).
Berhentilah berharap dari apa yang tidak kita usahakan. Berhentilah bermimpi tentang TV yang bersiaran untuk kesempurnaan ruhiyah anak-anak kita, kecuali jika engkau berbuat yang nyata. Kelak kita tak dapat beri alasan kepada Allah di Yaumil-Hisab apabila anak kita lemah imannya dan rapuh jiwanya gara-gara TV. Tetapi apakah tanpa nonton TV anak-anak kita terselamat dari pengaruh negatif? Maka, apabila sekali waktu dadamu terasa sesak mendengar perkataan yang tidak layak dari anak-anak, mohonkanlah kepada Tuhanmu dengan jiwa yang menangis. Mohonkanlah dengan sungguh-sungguh, semoga setiap letih dan sedihmu akan menghantar mereka pada kemuliaan. Sesungguhnya di bawah telapak kakimu, wahai para ibu, ada syurga anak-anakmu. Dan pada ruang batinmu, terletak keselamatan mereka di dunia hingga akhirat.
Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niatnya. Jika yang ada di ruang batinmu adalah dunia, maka ketika mengajarkan agama pun, dunia yang sampai pada mereka. Kita ajarkan berdoa pada mereka, tetapi yang mereka harap dari doa itu adalah dunia. Mereka rajin berpuasa isnin dan khamis, tetapi mereka menahan lapar bukan karena mencintai sunnah Nabi, melainkan agar hajat-hajatnya pada dunia tercapai dan harapannya terkabul.
Sebaliknya jika yang ada di ruang batinmu adalah harapan pada kehidupan yang kekal di kampung akhirat, insya Allah kemana pun mereka berjalan, di situlah mereka menghadapkan wajahnya kepada Allah. Inilah yang akan mengawal mereka, mengawasi perbuatan mereka, dan menjaga tindakan mereka. Dan inilah sebaik-baik pengawasan, sebab ia tidak mempersyaratkan hadirnya kita setiap saat. Alangkah banyak orangtua yang menggunakan kekuatannya untuk membuat anak tunduk. Sementara mereka lupa bahwa badan yang segar ini akan lemah juga, suara yang keras ini akan sayu-sayup juga, dan mata yang selalu awas ini akan kehilangan kekuatannya juga; baik karena anak-anak yang semakin jauh ruang geraknya atau karena mata kita telah dimakan usia.
Mengingat ini semua, maka siapkanlah anak-anak kita untuk hidup di negeri akhirat. Apa pun yang engkau kerjakan, jadikan ia sebagai jalan untuk mempersiapkan mereka menghadap Tuhannya. Kalau di saat dinginnya malam menusuk tulang mereka menyusahkan kita, maka ikhlaskanlah kesusahan itu. Semoga Allah cukupkan kesusahan sampai di situ. Tidak berpanjang-panjang hingga akhirat. Sebab di hari kiamat, setiap kesusahan tak dapat diselesaikan, kecuali apabila kita mendapat syafa'at.
Kalau engkau bangun di tengah malam untuk membuatkan susu untuk anakmu, bancuhlah ia dengan bersungguh sambil mengharap agar setiap titis yang masuk ke kerongkongnya akan menyuburkan setiap benih kebaikan dan menyingkirkan setiap bisikan yang buruk. Kalau engkau menyuapkan makanan untuknya, maka mohonlah kepada Allah agar setiap makanan yang mengalirkan darah di tubuh mereka akan mengukuhkan tulang-tulang mereka, membentuk daging mereka, dan membangkitkan jiwa mereka sebagai penolong-penolong agama Allah. Semoga dengan itu setiap suapan yang masuk ke mulut mereka akan membangkitkan semangat dan meninggikan martabat. Mereka bersemangat untuk senantiasa menuntut ilmu, menunaikan amanah dan meninggikan nama Tuhannya, Allah 'Azza wa Jalla.
Kalau setiap kali ada yang engkau inginkan dari dunia ini, perdengarkanlah kepada mereka pengharapanmu kepada Allah, sehingga mereka akan dapat merasakan sepenuh jiwa bahwa hanya kepada Allah kita meminta. Sesungguhnya anak-anak yang kuat jiwanya adalah mereka yang yaqin kepada janji Tuhannya. Mereka tidak meminta-minta pada manusia, dan tidak takjub pada nama-nama orang yang disebut dengan penuh pujian. Hari ini, anak-anak kita sedang dilemahkan oleh media. Mereka diajak menakjubi manusia. Padahal manusia yang ditakjubi itu tiada kuasa untuk membuat diri mereka sendiri bersinar. Padahal untuk dapat disebut idola, mereka memerlukan dukungan suara-suara kita.
Ajarkan pada mereka keinginan untuk berbuat bagi agama Allah. Bangkitkan pada diri mereka tujuan hidup yang sangat kuat. Jika dua perkara ini ada pada diri mereka, insya Allah mereka akan tumbuh sebagai orang-orang yang penuh semangat. Kecerdasan mereka akan melonjak, berkembang pesat dan bakatnya akan tumbuh dengan baik. Mengikut teori kecerdasan majemuk, ada kecerdasan yang apabila berkembang akan merangsang kecerdasan lain untuk berkembang lebih pesat. Sementara pada anak-anak yang usianya telah tidak memungkinkan lagi mengembangkan kecerdasan, maka potensi kecerdasan yang ada akan melonjak secara lebih optimal. Nah, kecerdasan yang dapat merangsang jenis-jenis kecerdasan lain itu adalah kecerdasan eksistensial. Intinya pada kepekaan untuk merasakan, menghayati dan memahami tujuan hidup di atas pijakan keyakinan terhadap Tuhan.
Tanamkan juga pada diri mereka kesedaran untuk belajar menemukan fardhu kifayah di luar solah jenazah yang menyangkut kepentingan ummat ini, insya Allah yang demikian ini akan mengasah kepekaannya terhadap tanggung jawab. Setiap saat ia belajar berfikir apa yang patut dan sebaiknya dikerjakan bagi umat ini, sehingga membuat potensinya terasah dan kreativitasnya berkembang. InsyaAllah.
Demikianlah. Setelah Allah berikan dunia kepada kita, maka apa lagikah yang kita harapkan kecuali akhirat?*
Penulis : Muhammad Fauzil Adhim
Tuesday, March 23, 2010
WORDS OF WISDOM
To know the road ahead, ask those coming back.....
Forget the times of your distress, but never forget what they taught you....
If we don't change, we don't grow. If we don't grow, we aren't living.....
STRUGGLE
A man found a cocoon of a butterfly. One day a small opening appeared. He sat
and watched the butterfly struggle for several hours as it struggled to force its body
through that little hole. Then it seemed to stop making any progress. It appeared
as if it had gotten as far as it could and it could go no further.
Then the man decided to help the butterfly, so he took a pair of scissors and snipped
off the remaining bit of the cocoon. The butterfly then emerged easily. But it had
a swollen body and small. shriveled wings.
The man continued to watch the butterfly because he expected that, at any moment,
the wings would enlarge and expand to be able to support the body, which contract
in time.
Neither happened! In fact, the butterfly spent the rest of its life crawling around
with a swollen body and shriveled wings. It never was able to fly.
What the man in his kindness and haste did not understand was that the restricting
cocoon and the struggle required for the butterfly to get through the tiny opening
were nature's way of forcing fluid from the body of the butterfly into its wings so
that it would be ready for flight once it achieved its freedom from the cocoon.
Sometimes struggle are exactly what we need in our life. If nature allowed us
to go through our life without any obstacles, it would cripple us. We would not be
strong as what we could be today.....and we could never fly.....
WHAT'S THE SECRET OF SUCCESS.....
"Takes pain," said the window.
"Keep cool," said the ice.
"Drive hard," said the hammer.
"Be up to date," said the calender.
"Never be led," said the pencil.
"Be sharp," said the knife.
"Make light around you," said the fire.
"Stick to it," said the glue.
"Be bright," said the lamp.
To know the road ahead, ask those coming back.....
Forget the times of your distress, but never forget what they taught you....
If we don't change, we don't grow. If we don't grow, we aren't living.....
STRUGGLE
A man found a cocoon of a butterfly. One day a small opening appeared. He sat
and watched the butterfly struggle for several hours as it struggled to force its body
through that little hole. Then it seemed to stop making any progress. It appeared
as if it had gotten as far as it could and it could go no further.
Then the man decided to help the butterfly, so he took a pair of scissors and snipped
off the remaining bit of the cocoon. The butterfly then emerged easily. But it had
a swollen body and small. shriveled wings.
The man continued to watch the butterfly because he expected that, at any moment,
the wings would enlarge and expand to be able to support the body, which contract
in time.
Neither happened! In fact, the butterfly spent the rest of its life crawling around
with a swollen body and shriveled wings. It never was able to fly.
What the man in his kindness and haste did not understand was that the restricting
cocoon and the struggle required for the butterfly to get through the tiny opening
were nature's way of forcing fluid from the body of the butterfly into its wings so
that it would be ready for flight once it achieved its freedom from the cocoon.
Sometimes struggle are exactly what we need in our life. If nature allowed us
to go through our life without any obstacles, it would cripple us. We would not be
strong as what we could be today.....and we could never fly.....
WHAT'S THE SECRET OF SUCCESS.....
"Takes pain," said the window.
"Keep cool," said the ice.
"Drive hard," said the hammer.
"Be up to date," said the calender.
"Never be led," said the pencil.
"Be sharp," said the knife.
"Make light around you," said the fire.
"Stick to it," said the glue.
"Be bright," said the lamp.
Wednesday, March 17, 2010
Kahwin dengan gadis lumpuh, buta, pekak dan bisu!!!
Ramai di antara kita mungkin pernah mendengar cerita ini. Ada yang percaya, ada yang tidak. Ada yang berpendapat ia hanya rekaan semata-mata.
Namun terdapat banyak riwayat yang menunjukkan ia benar-benar berlaku dan bukan rekaan.
Pada suatu hari, seorang pemuda bernama Thabit bin Ibrahim berjalan-jalan di kebun buah-buahan di Kufah. Dia melintasi sebuah kebun epal dan terjumpa sebiji epal yang gugur ditiup angin. Dia mengambil epal tersebut dan terus memakannya. Belum sempat menghabiskannya, tiba-tiba dia teringat bahawa epal itu bukan kepunyaannya, bagaimana dia boleh memakannya?
Dengan tergesa-gesa dia memasuki kebun itu dan bertemu dengan seorang lelaki yang sedang menguruskannya. Dia meminta maaf kerana telah memakan epal dari kebun itu tanpa izinnya. Lelaki itu berkata bahawa dia bukan pemiliknya tetapi hanyalah seorang pekerja sahaja.
Thabit bertanya di manakah tuannya?
Lelaki itu menjawab rumah pemilik kebun ini sejauh perjalanan satu hari satu malam!
Didorong oleh sifat taqwa dan waraknya dia sanggup berjalan dengan bersusah payah satu hari satu malam untuk meminta maaf dengan tuan kebun kerana telah memakan separuh biji epal tanpa izinnya.
Setibanya di rumah pemilik kebun, dia segera berkata: maafkan saya kerana telah memakan separuh biji epal tanpa keizinan tuan. Inilah separuh baki yang belum saya makan!
Pemilik kebun yakin bahawa tidak ada orang yang sanggup buat begini kecuali seorang yang benar-benar soleh.
Maka dia berkata dengan tegas: saya akan maafkan kamu, tetapi dengan satu syarat!
Thabit bertanya: apakah syarat tuan?
Pemilik kebun menjawab: saya ada seorang anak gadis yang buta, bisu, pekak serta lumpuh. Saya mahu kamu menikahinya!
Thabit berfikit seketika. Kemudian menyetujuinya asalkan dia mendapat kemaafan kerana telah memakan epalnya. Pada fikirannya perkahwinan ini mungkin satu ujian untuk dia mendapat pahala daripada Allah ‘Azza wa Jalla.
Aqad nikahpun dilangsungkan.
Setelah sempurna aqad dan sahlah dia sebagai suami, ditunjukkan kepadanya kamar isteri yang belum dikenali kecuali seorang yang cacat.
Dia memberi salam: assalamu’alaikum…
Tiba-tiba wanita itu bangkit berdiri sambil menjawab salamnya: wa’alaikumus-salam…
Thabit terpinga-pinga kehairanan…
Dia bertanya apa maksud kata-kata ayahnya yang menyifatkannya sebagai buta, pekak, bisu dan lumpuh?
Isterinya menjawab: ayahku berkata benar. Saya buta daripada memandang perkara yang haram, pekak daripada mendengar perkara yang dimurkai Allah, bisu daripada bercakap perkara yang dilarang dan lumpuh kerana kaki ini tidak pernah membawa saya ke tempat maksiat.
Thabit menceritakan: aku renung wajahnya, sesungguhnya dia sangat cantik laksana bulan pernama!
Perkahwinan ini dilimpahi dengan keberkatan. Daripadanya lahir seorang anak yang diberkati. Kemasyhuran serta ilmunya memenuhi bumi. Anak itu ialah Imam Abu Hanifah Nu’man bin Thabit (80H/699M – 150H/767M) rahimahullah, pengasas salah satu Mazhab Fiqh yang terkenal.
Ramai di antara kita mungkin pernah mendengar cerita ini. Ada yang percaya, ada yang tidak. Ada yang berpendapat ia hanya rekaan semata-mata.
Namun terdapat banyak riwayat yang menunjukkan ia benar-benar berlaku dan bukan rekaan.
Pada suatu hari, seorang pemuda bernama Thabit bin Ibrahim berjalan-jalan di kebun buah-buahan di Kufah. Dia melintasi sebuah kebun epal dan terjumpa sebiji epal yang gugur ditiup angin. Dia mengambil epal tersebut dan terus memakannya. Belum sempat menghabiskannya, tiba-tiba dia teringat bahawa epal itu bukan kepunyaannya, bagaimana dia boleh memakannya?
Dengan tergesa-gesa dia memasuki kebun itu dan bertemu dengan seorang lelaki yang sedang menguruskannya. Dia meminta maaf kerana telah memakan epal dari kebun itu tanpa izinnya. Lelaki itu berkata bahawa dia bukan pemiliknya tetapi hanyalah seorang pekerja sahaja.
Thabit bertanya di manakah tuannya?
Lelaki itu menjawab rumah pemilik kebun ini sejauh perjalanan satu hari satu malam!
Didorong oleh sifat taqwa dan waraknya dia sanggup berjalan dengan bersusah payah satu hari satu malam untuk meminta maaf dengan tuan kebun kerana telah memakan separuh biji epal tanpa izinnya.
Setibanya di rumah pemilik kebun, dia segera berkata: maafkan saya kerana telah memakan separuh biji epal tanpa keizinan tuan. Inilah separuh baki yang belum saya makan!
Pemilik kebun yakin bahawa tidak ada orang yang sanggup buat begini kecuali seorang yang benar-benar soleh.
Maka dia berkata dengan tegas: saya akan maafkan kamu, tetapi dengan satu syarat!
Thabit bertanya: apakah syarat tuan?
Pemilik kebun menjawab: saya ada seorang anak gadis yang buta, bisu, pekak serta lumpuh. Saya mahu kamu menikahinya!
Thabit berfikit seketika. Kemudian menyetujuinya asalkan dia mendapat kemaafan kerana telah memakan epalnya. Pada fikirannya perkahwinan ini mungkin satu ujian untuk dia mendapat pahala daripada Allah ‘Azza wa Jalla.
Aqad nikahpun dilangsungkan.
Setelah sempurna aqad dan sahlah dia sebagai suami, ditunjukkan kepadanya kamar isteri yang belum dikenali kecuali seorang yang cacat.
Dia memberi salam: assalamu’alaikum…
Tiba-tiba wanita itu bangkit berdiri sambil menjawab salamnya: wa’alaikumus-salam…
Thabit terpinga-pinga kehairanan…
Dia bertanya apa maksud kata-kata ayahnya yang menyifatkannya sebagai buta, pekak, bisu dan lumpuh?
Isterinya menjawab: ayahku berkata benar. Saya buta daripada memandang perkara yang haram, pekak daripada mendengar perkara yang dimurkai Allah, bisu daripada bercakap perkara yang dilarang dan lumpuh kerana kaki ini tidak pernah membawa saya ke tempat maksiat.
Thabit menceritakan: aku renung wajahnya, sesungguhnya dia sangat cantik laksana bulan pernama!
Perkahwinan ini dilimpahi dengan keberkatan. Daripadanya lahir seorang anak yang diberkati. Kemasyhuran serta ilmunya memenuhi bumi. Anak itu ialah Imam Abu Hanifah Nu’man bin Thabit (80H/699M – 150H/767M) rahimahullah, pengasas salah satu Mazhab Fiqh yang terkenal.
Monday, February 22, 2010
TUTUPLAH AURATMU MENGIKUT SYARI’AT
SATU ketika dulu, ramai mengatakan memakai tudung itu hanyalah sunat muakad atau tidak wajib. Kalau tidak memakai tudung, hanya berdosa kecil. Kononnya sebaik saja mengambil wuduk untuk bersolat lima waktu, secara automatik dosa kita dibasuh dan terhapus.
Apabila bergaul dengan pelbagai bangsa dan agama, kita banyak mendengar dan membaca bagaimana media barat memomokkan kod pakaian wanita Islam yang dikaitkan dengan maruah dan harga diri.
Di satu sudut lain, ada wanita Islam yang bertudung dan menyangkakan mereka sudah menutup aurat, tetapi masih mengenakan seluar jeans yang ketat, kemeja T menampakkan pakaian dalam atau yang hanya layak dipakai oleh adiknya berumur 10 tahun.
Ada juga yang mengenakan tudung, tetapi memakai kain terbelah sehingga menampakkan peha, pakaian terbelah di dada, kemeja T berlengan pendek dan ada kalanya memakai skirt separas betis. Persoalannya apakah ciri pakaian menutup aurat bagi wanita Islam?
Aurat berasal daripada bahasa Arab, ‘Aurah’ yang bererti kurang. Di dalam fiqh, aurat diertikan sebagai bahagian tubuh seseorang yang wajib ditutupi daripada pandangan orang lain. (Wahbah al-Zuhayli (1989), al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Damsyik: Dar al-Fikr, halaman 579)
Walaupun ulama berkompromi mengenai had aurat yang perlu ditutup oleh wanita, namun mereka bersepakat mengatakan hukum menutup aurat bagi setiap wanita Muslim yang baligh adalah wajib. Untuk memenuhi syarat menutup aurat, pakaian seseorang wanita mestilah memenuhi syarat berikut:
1. Menutupi had aurat yang sudah ditetapkan.
Jumhur ulama bersepakat mengatakan aurat bagi wanita baligh ialah seluruh tubuhnya kecuali muka dan tapak tangan. Oleh itu, mereka wajib menutup aurat daripada dilihat oleh lelaki ajnabi (bukan mahram).
Allah berfirman yang bermaksud: “Dan hendaklah mereka (wanita) menutup belahan leher bajunya dengan tudung kepala mereka.” (Surah al-Nur, ayat 31)
Firman Allah lagi yang bermaksud: “Wahai Nabi, suruhlah isteri-isterimu dan anak-anak perempuanmu serta perempuan yang beriman, supaya melabuhkan pakaiannya bagi menutup seluruh tubuhnya (ketika mereka keluar); cara yang demikian lebih sesuai untuk mereka dikenal (sebagai perempuan yang baik-baik) maka dengan itu mereka tidak diganggu dan (ingatlah) Allah adalah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani.” (Surah al-Ahzab, ayat 59).
Ayat itu Allah memerintahkan supaya Nabi Muhammad SAW menyuruh isteri Baginda mengenakan pakaian yang menutup aurat. Suruhan itu juga ditujukan kepada semua wanita beriman.
2. Pakaian yang longgar.
Tujuan utama wanita diwajibkan menutup aurat ialah untuk mengelakkan daripada lelaki ajnabi melihat tubuh badannya dan mengelakkan daripada berlakunya fitnah. Oleh itu, pakaian yang ketat walaupun tebal sudah pasti akan menampakkan bentuk tubuh badan. Wanita yang memakai pakaian ketat walaupun menutupi seluruh tubuh masih belum memenuhi tuntutan menutup aurat seperti dikehendaki syarak.
Syarat ini berdasarkan kepada kata Dahiyyah bin Khalifah al-Kalbi yang bermaksud: “Rasulullah SAW didatangi dengan beberapa helai kain ‘qubtiyyah’ (sejenis kain yang nipis buatan Mesir), lalu Baginda berkata: “Bahagikan kain ini kepada dua, satu daripadanya dibuat baju dan bakinya berikan kepada isterimu.” Apabila aku berpaling untuk beredar Baginda berkata: “Dan suruhlahisterimu meletakkan kain lain di bawahnya (supaya tidak nampak bentuk tubuhnya).”
Menurut Ibn Rusyd, ‘qubtiyyah’ ialah pakaian yang tebal tetapi melekat pada badan kerana ianya ketat dan menampakkan bentuk tubuh pemakainya. Oleh itu, Rasulullah SAW menyuruh Dahiyyah menyuruh isterinya melapik pakaian itu dengan kain lain supaya tidak menampakkan bentuk tubuhnya.
3. Pakaian yang tidak jarang.
Syarak menetapkan pakaian wanita mestilah tidak jarang sehingga menampakkan bentuk tubuh atau warna kulitnya. Aisyah meriwayatkan bahawa saudaranya, Asma, pernah masuk ke rumah Rasulullah SAW dengan berpakaian tipis sehingga nampak kulitnya. Rasulullah SAW berpaling dan mengatakan: “Hai Asma, sesungguhnya seorang perempuan bila sudah datang waktu haid, tidak patut diperlihatkan tubuhnya itu, melainkan ini dan ini sambil ia menunjuk muka dan kedua telapak tangannya.”
Teguran Rasulullah SAW terhadap Asma jelas menunjukkan bahawa pakaian yang jarang tidak memenuhi syarat menutup aurat bagi wanita baligh.
4. Bukan pakaian yang menarik perhatian (pakaian syuhrah).
Apa yang dimaksudkan pakaian untuk bermegah ialah pakaian yang berlainan daripada pakaian orang lain sama ada dari segi warna, fesyen atau potongan sehinggakan menarik perhatian orang lain serta menimbulkan rasa bongkak pada pemakainya.
Ibn Umar meriwayatkan daripada Nabi SAW bahawa Baginda bersabda yang bermaksud: “Barang siapa yang memakai pakaian bermegah-megah maka Allah Taala akan memakaikannya dengan pakaian yang serupa pada hari kiamat kelak kemudian ia akan dijilat api neraka.”
5. Tidak menyerupai pakaian lelaki atau pakaian orang kafir.
Pakaian yang menutup tubuh badan tidak dikira sebagai memenuhi ciri pakaian Islam jika menyerupai pakaian orang kafir. Ia berdasarkan hadis Rasulullah SAW seperti diriwayatkan Ibn Abbas: “Rasulullah melaknat lelaki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai lelaki.”
Larangan menyerupai pakaian orang bukan Islam ini atas alasan ia boleh menjatuhkan martabat Islam dan penganutnya.
6. Tidak bertabarruj.
Tabarruj dalam bahasa mudah boleh diertikan sebagai bersolek. Ada juga yang mengatakan tabarruj ialah melepaskan tudung kepalanya tetapi tidak mengikat/mengetatka nnya, lalu terlihatlah rantai leher, anting-anting dan lehernya. Kesimpulannya tabarruj ialah memperlihatkan keelokan, kecantikannya yang sepatutnya wajib ditutup.
Larangan ini berdasarkan kepada firman Allah yang bermaksud: “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku (tabarruj) seperti orang jahiliah dulu (pertama).” (Surah al-Ahzab, ayat 33)
Ayat itu petunjuk kepada isteri Nabi SAW supaya tetap di rumah dan tidak bertabarruj seperti orang jahiliah dulu. Konsep tabarruj jika dilihat dalam kerangka lebih luas meliputi perbuatan wanita mendedahkan aurat, memakai wangian apabila keluar rumah, cara berjalan atau tingkah laku yang menarik perhatian lelaki ajnabi.
Pakaian wanita menutup aurat mestilah memenuhi ciri disebutkan walau di mana mereka berada. Berdasarkan syarat itu juga dapat kita ukur sejauh mana wanita Muslimah sudah menutup aurat atau hanya bertudung saja seperti fenomena di Malaysia apabila ramai bertudung tetapi memakai pakaian tidak menepati syariat. Ia adalah fenomena pemakaian tudung kerana fesyen, ikut-ikutan, paksaan ataupun berdasarkan kejahilan dan bukannya ilmu Islam sebenar.
SATU ketika dulu, ramai mengatakan memakai tudung itu hanyalah sunat muakad atau tidak wajib. Kalau tidak memakai tudung, hanya berdosa kecil. Kononnya sebaik saja mengambil wuduk untuk bersolat lima waktu, secara automatik dosa kita dibasuh dan terhapus.
Apabila bergaul dengan pelbagai bangsa dan agama, kita banyak mendengar dan membaca bagaimana media barat memomokkan kod pakaian wanita Islam yang dikaitkan dengan maruah dan harga diri.
Di satu sudut lain, ada wanita Islam yang bertudung dan menyangkakan mereka sudah menutup aurat, tetapi masih mengenakan seluar jeans yang ketat, kemeja T menampakkan pakaian dalam atau yang hanya layak dipakai oleh adiknya berumur 10 tahun.
Ada juga yang mengenakan tudung, tetapi memakai kain terbelah sehingga menampakkan peha, pakaian terbelah di dada, kemeja T berlengan pendek dan ada kalanya memakai skirt separas betis. Persoalannya apakah ciri pakaian menutup aurat bagi wanita Islam?
Aurat berasal daripada bahasa Arab, ‘Aurah’ yang bererti kurang. Di dalam fiqh, aurat diertikan sebagai bahagian tubuh seseorang yang wajib ditutupi daripada pandangan orang lain. (Wahbah al-Zuhayli (1989), al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Damsyik: Dar al-Fikr, halaman 579)
Walaupun ulama berkompromi mengenai had aurat yang perlu ditutup oleh wanita, namun mereka bersepakat mengatakan hukum menutup aurat bagi setiap wanita Muslim yang baligh adalah wajib. Untuk memenuhi syarat menutup aurat, pakaian seseorang wanita mestilah memenuhi syarat berikut:
1. Menutupi had aurat yang sudah ditetapkan.
Jumhur ulama bersepakat mengatakan aurat bagi wanita baligh ialah seluruh tubuhnya kecuali muka dan tapak tangan. Oleh itu, mereka wajib menutup aurat daripada dilihat oleh lelaki ajnabi (bukan mahram).
Allah berfirman yang bermaksud: “Dan hendaklah mereka (wanita) menutup belahan leher bajunya dengan tudung kepala mereka.” (Surah al-Nur, ayat 31)
Firman Allah lagi yang bermaksud: “Wahai Nabi, suruhlah isteri-isterimu dan anak-anak perempuanmu serta perempuan yang beriman, supaya melabuhkan pakaiannya bagi menutup seluruh tubuhnya (ketika mereka keluar); cara yang demikian lebih sesuai untuk mereka dikenal (sebagai perempuan yang baik-baik) maka dengan itu mereka tidak diganggu dan (ingatlah) Allah adalah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani.” (Surah al-Ahzab, ayat 59).
Ayat itu Allah memerintahkan supaya Nabi Muhammad SAW menyuruh isteri Baginda mengenakan pakaian yang menutup aurat. Suruhan itu juga ditujukan kepada semua wanita beriman.
2. Pakaian yang longgar.
Tujuan utama wanita diwajibkan menutup aurat ialah untuk mengelakkan daripada lelaki ajnabi melihat tubuh badannya dan mengelakkan daripada berlakunya fitnah. Oleh itu, pakaian yang ketat walaupun tebal sudah pasti akan menampakkan bentuk tubuh badan. Wanita yang memakai pakaian ketat walaupun menutupi seluruh tubuh masih belum memenuhi tuntutan menutup aurat seperti dikehendaki syarak.
Syarat ini berdasarkan kepada kata Dahiyyah bin Khalifah al-Kalbi yang bermaksud: “Rasulullah SAW didatangi dengan beberapa helai kain ‘qubtiyyah’ (sejenis kain yang nipis buatan Mesir), lalu Baginda berkata: “Bahagikan kain ini kepada dua, satu daripadanya dibuat baju dan bakinya berikan kepada isterimu.” Apabila aku berpaling untuk beredar Baginda berkata: “Dan suruhlahisterimu meletakkan kain lain di bawahnya (supaya tidak nampak bentuk tubuhnya).”
Menurut Ibn Rusyd, ‘qubtiyyah’ ialah pakaian yang tebal tetapi melekat pada badan kerana ianya ketat dan menampakkan bentuk tubuh pemakainya. Oleh itu, Rasulullah SAW menyuruh Dahiyyah menyuruh isterinya melapik pakaian itu dengan kain lain supaya tidak menampakkan bentuk tubuhnya.
3. Pakaian yang tidak jarang.
Syarak menetapkan pakaian wanita mestilah tidak jarang sehingga menampakkan bentuk tubuh atau warna kulitnya. Aisyah meriwayatkan bahawa saudaranya, Asma, pernah masuk ke rumah Rasulullah SAW dengan berpakaian tipis sehingga nampak kulitnya. Rasulullah SAW berpaling dan mengatakan: “Hai Asma, sesungguhnya seorang perempuan bila sudah datang waktu haid, tidak patut diperlihatkan tubuhnya itu, melainkan ini dan ini sambil ia menunjuk muka dan kedua telapak tangannya.”
Teguran Rasulullah SAW terhadap Asma jelas menunjukkan bahawa pakaian yang jarang tidak memenuhi syarat menutup aurat bagi wanita baligh.
4. Bukan pakaian yang menarik perhatian (pakaian syuhrah).
Apa yang dimaksudkan pakaian untuk bermegah ialah pakaian yang berlainan daripada pakaian orang lain sama ada dari segi warna, fesyen atau potongan sehinggakan menarik perhatian orang lain serta menimbulkan rasa bongkak pada pemakainya.
Ibn Umar meriwayatkan daripada Nabi SAW bahawa Baginda bersabda yang bermaksud: “Barang siapa yang memakai pakaian bermegah-megah maka Allah Taala akan memakaikannya dengan pakaian yang serupa pada hari kiamat kelak kemudian ia akan dijilat api neraka.”
5. Tidak menyerupai pakaian lelaki atau pakaian orang kafir.
Pakaian yang menutup tubuh badan tidak dikira sebagai memenuhi ciri pakaian Islam jika menyerupai pakaian orang kafir. Ia berdasarkan hadis Rasulullah SAW seperti diriwayatkan Ibn Abbas: “Rasulullah melaknat lelaki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai lelaki.”
Larangan menyerupai pakaian orang bukan Islam ini atas alasan ia boleh menjatuhkan martabat Islam dan penganutnya.
6. Tidak bertabarruj.
Tabarruj dalam bahasa mudah boleh diertikan sebagai bersolek. Ada juga yang mengatakan tabarruj ialah melepaskan tudung kepalanya tetapi tidak mengikat/mengetatka nnya, lalu terlihatlah rantai leher, anting-anting dan lehernya. Kesimpulannya tabarruj ialah memperlihatkan keelokan, kecantikannya yang sepatutnya wajib ditutup.
Larangan ini berdasarkan kepada firman Allah yang bermaksud: “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku (tabarruj) seperti orang jahiliah dulu (pertama).” (Surah al-Ahzab, ayat 33)
Ayat itu petunjuk kepada isteri Nabi SAW supaya tetap di rumah dan tidak bertabarruj seperti orang jahiliah dulu. Konsep tabarruj jika dilihat dalam kerangka lebih luas meliputi perbuatan wanita mendedahkan aurat, memakai wangian apabila keluar rumah, cara berjalan atau tingkah laku yang menarik perhatian lelaki ajnabi.
Pakaian wanita menutup aurat mestilah memenuhi ciri disebutkan walau di mana mereka berada. Berdasarkan syarat itu juga dapat kita ukur sejauh mana wanita Muslimah sudah menutup aurat atau hanya bertudung saja seperti fenomena di Malaysia apabila ramai bertudung tetapi memakai pakaian tidak menepati syariat. Ia adalah fenomena pemakaian tudung kerana fesyen, ikut-ikutan, paksaan ataupun berdasarkan kejahilan dan bukannya ilmu Islam sebenar.
Saturday, February 20, 2010
An old man was sitting with his 25-year-old son in the train which is about to leave the station. All the passengers were settling down into their seats. As the train started the young man was filled with alot of joy and curiosity. He was sitting on the window side. He put out one hand and feel the passing air. He shouted, "Papa see all the trees are going behind". The old man smiled and admired his son's feelings. In front of the young man, a couple was sitting and listening to all the conversations between father and son. They were a little awkward with the attitude of the 25-year-old man behaving like a small child.
Suddenly the young man shouted, "Papa see the pond and animals. Clouds are moving with the train". The couple was watching the young man, embarrassingly. Then it started raining and some of the water-drops touched the young man's hand. He is filled with joy and he closed his eyes. He shouted again," Papa it's raining, water is touching me, see papa". The couple couldn't help themselves and asked the old man. Why don't you visit the doctor and get your son treated. The old man said," *Yes, we were from the hospital. Today my son get his eyes for the first time in his life".*
Moral of the story
**We must not come to any conclusion until we know all the " facts".....learn from the past, live in the present and work for the future.
oophs,,,,by the way, don't worry about grammar mistakes, the moral of the story that matters!!
Suddenly the young man shouted, "Papa see the pond and animals. Clouds are moving with the train". The couple was watching the young man, embarrassingly. Then it started raining and some of the water-drops touched the young man's hand. He is filled with joy and he closed his eyes. He shouted again," Papa it's raining, water is touching me, see papa". The couple couldn't help themselves and asked the old man. Why don't you visit the doctor and get your son treated. The old man said," *Yes, we were from the hospital. Today my son get his eyes for the first time in his life".*
Moral of the story
**We must not come to any conclusion until we know all the " facts".....learn from the past, live in the present and work for the future.
oophs,,,,by the way, don't worry about grammar mistakes, the moral of the story that matters!!
Sunday, February 7, 2010
SAMBUNGAN PERSOALAN SOLAT SEMASA SAKIT
Bhg 7.
Sakit adalah musibah. Tetapi musibah bagi seorang muslim membawa maknanya yang tersendiri. Bagi orang yang tidak beriman, sakit adalah satu penderitaan dan satu penyeksaan. Bagi seorang yang beriman, sakit juga adalah satu penderitaan dan penyeksaan. Namun di sebalik kesakitan itu, bagi seorang muslim, terkandung kebaikan dan anugerah. Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud ‘Ajaib seorang muslim itu, jika dia mandapat ni'mat dia bersyukur, jika dia ditimpa musibah dia bersabar. Kedua-duanya adalah baik bagi dirinya.
Katakunci dari pesan Rasulullah SAW ini ialah ‘syukur’ dan ‘sabar’. Kedua kata kunci inilah penentu kepada kebaikan dalam kedua-dua keadaan sihat dan sakit. Sebagaimana sukarnya untuk bersyukur sebegitu jugalah sukarnya untuk bersabar. Ia tidak semudah yang diucapkan sebagaimana yang disangka oleh ramai orang. Syukur dan sabar bukan sekadar dimulut, tetapi dibuktikan dengan amal. Di sinilah kadang-kadang perkataan syukur dan sabar terlalu mudah diungkapkan namun hakikatnya ia amat berat, seberat solat yang nampak mudah tetapi amat berat pada hakikatnya. Sebab itulah Allah berfirman ‘Carilah pertolongan Allah dengan solat dan sabar, dan itu amat berat melainkan bagi orang-orang yang kyushu’. Kyushu di sini membawa maksud merendah diri dan meletakkan Allah SWT sebagai matlamat (tujuan) dalam hidup. Ia bukan sekadar memusatkan perhatian kepada Allah dalam solat, bahkan lebih penting lagi pemusatan itu melimpah di luar solat, .pendek kata pada setiap saat dalam kehidupan kita….
Jika Allah SWT menyatukan solat dan sabar, bagaimana mungkin sabar dapat dijana tanpa solat? Inilah persoalan yang saya hendak bawa dalam penulisan kali ini. Sedangkan senjata paling utama yang perlu ada pada seseorang yang ditimpa sakit ialah solat. Bagaimana mungkin seseorang itu dapat bersabar jika solat tidak menjadi pakaian hidupnya. Dia berusaha untuk memujuk dirinya untuk bersabar, namun dia tidak mungkin dapat melakukannya kerana prasyarat untuk bersabar ialah solat. Alangkan dengan mendirikan solat pun kadang-kadang seseorang itu hilang kesabaran dalam menanggung rasa sakit, apatah lagi bagi seseorang yang tidak menitik beratkan solat.
Mungkin dari segi faktanya ramai orang menyedari bahawa sakit adalah kifarah atau penebus dosa-dosa yang kita lakukan. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW, ‘tidak ada kesakitan yang menimpa seorang muslim, hatta terkena duri, melainkan Allah akan menghapuskan dosa-dosanya’ . Nah! Bagaimana agaknya sakit tadi boleh menjadi penebus dosa dan kesalahan jika solat yang menjadi prasyarat kepada terhapusnya dosa itu tidak diendahkan. Alangkah besarnya kerugian yang ditanggung oleh orang yang diberi kesempatan untuk mendapat keampunan Allah, namun dia terlepas dari peluang tersebut kerana dia tidak mendirikan solat ketika sihatnya, apatah lagi ketika sakitnya.
Hari ini kita melihat manusia akan menggunakan alasan-alasan remeh temeh untuk tidak mendirikan solat. Cuba kita perhatikan gelagat manusia di dalam mencari nafkah dalam kehidupan. Perkara ini amat jelas di pasar malam contohnya. sebelum maghrib lagi pengusaha pasar malam telah memulakan perniagaan dan mereka terus disibukkan dengan perniagaan sehingga jauh malam. Sedangkan tidak ada yang menghalang mereka untuk mendirikan solat di tapak pasar malam itu sendiri. Mereka boleh sahaja membentangkan sejadah di belakang gerai dan mendirikan kewajipan solat yang tidak mengambil masa lebih dari tiga minit pun. Apa yang menghalang mereka untuk mendirikan solat? Tempat dan pakaian tidak bersih, bau ikan? Bau daging? Walaupun kita tidak merasa selesa dengan pakaian dan tempat, namun ia bukan najis dan ia tidak membatalkan wudhu dan solat tetap sah didirikan dalam keadaan sedemikian. Tidakkah kita pernah melihat di tanah suci, Makkah di mana kita melihat para peniaga akan mendirikan solat di kedai-kedai mereka setiap kali azan berkumandang. Apa yang menghalang kita untuk melakukan yang sama. Kita begitu berpegang dengan hadis Nabi ‘sembilan persepuluh rezeki datangnya dari perniagaan’. Ya mungkin kita akan mendapat rezeki yang melimpah-ruah dari urusan perniagaan kita’. Persoalan yang lebih penting bagi seorang mulsim, bukannya banyak atau sedikit, tetapi berkat atau tidak..
Saya merasa amat sedih melihat ada orang membuka gerai menjual nasi lemak di tepi jalan berhampiran dengan surau. Ketika azan subuh berkumandang, dia masih disitu dan berniaga ketika para jemaah mendirikan solat subuh. Inilah satu contoh kita tidak yakin dengan Allah SWT, pemberi rezeki. Kita sanggup meninggalkan solat, persoalan yang lebih besar dari hidup dan mati, hanya kerana keuntungan dunia yang amat sedikit.
Jika beginilah keutamaan kita dalam hidup bagaimana agaknya kita boleh bersabar dalam menghadapi saat-saat getir dalam hidup kita. Sedangkan kita tahu sabar itu adalah kekuatan yang datang dari Allah, yang dianugerahkan kepada hamba-hambanya yang taat. Jika Allah tidak memenuhkan dada kita dengan kesabaran maka kita tidak mungkin dapat bersabar meski pun orang memujuk kita supaya bersabar dengan sakit atau musibah yang menimpa kita.
Marilah kita bersyukur di saat Allah mengurniakan kita pelbagai ni'mat dan anugerah. Bersyukur yang kita maksudkan ialah mendirikan solat tanpa meninggalkan walau satu waktu pun dalam hidup kita. Inilah hakikat syukur yang sebenarnya. Ianya bukan syukur yang hanya terbit dalam bentuk ucapan ‘Alhamdulillah. . tetapi tidak pernah tergambar (di laksanakan)) dalam kehidupan, ibarat seorang artis wanita yang jelas melanggar perintah syariat dengan mendedahkan aurat dan menari melenggang lenggok dengan gerak tari yang menggiurkan. Kemudian apabila diumumkan sebagai pemenang anugerah muzik, maka ungkapan pertama yang keluar dari bibirnya ialah ‘Alhamdulillah! Allah telah memakbulkan doa saya..!
Apabila Allah diingati semasa kita senang, maka Dia akan memandang kepada kita disaat kita ditimpa musibah. Walaupun kita menanggung rasa sakit, menyedari bahawa Allah mendengar keluhan hambaNya, adalah ubat yang paling mujarab.. Ia sudah cukup untuk mengurangkan rasa sakit yang ditanggung.
Dr Hafidzi Mohd Noor
Bhg 7.
Sakit adalah musibah. Tetapi musibah bagi seorang muslim membawa maknanya yang tersendiri. Bagi orang yang tidak beriman, sakit adalah satu penderitaan dan satu penyeksaan. Bagi seorang yang beriman, sakit juga adalah satu penderitaan dan penyeksaan. Namun di sebalik kesakitan itu, bagi seorang muslim, terkandung kebaikan dan anugerah. Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud ‘Ajaib seorang muslim itu, jika dia mandapat ni'mat dia bersyukur, jika dia ditimpa musibah dia bersabar. Kedua-duanya adalah baik bagi dirinya.
Katakunci dari pesan Rasulullah SAW ini ialah ‘syukur’ dan ‘sabar’. Kedua kata kunci inilah penentu kepada kebaikan dalam kedua-dua keadaan sihat dan sakit. Sebagaimana sukarnya untuk bersyukur sebegitu jugalah sukarnya untuk bersabar. Ia tidak semudah yang diucapkan sebagaimana yang disangka oleh ramai orang. Syukur dan sabar bukan sekadar dimulut, tetapi dibuktikan dengan amal. Di sinilah kadang-kadang perkataan syukur dan sabar terlalu mudah diungkapkan namun hakikatnya ia amat berat, seberat solat yang nampak mudah tetapi amat berat pada hakikatnya. Sebab itulah Allah berfirman ‘Carilah pertolongan Allah dengan solat dan sabar, dan itu amat berat melainkan bagi orang-orang yang kyushu’. Kyushu di sini membawa maksud merendah diri dan meletakkan Allah SWT sebagai matlamat (tujuan) dalam hidup. Ia bukan sekadar memusatkan perhatian kepada Allah dalam solat, bahkan lebih penting lagi pemusatan itu melimpah di luar solat, .pendek kata pada setiap saat dalam kehidupan kita….
Jika Allah SWT menyatukan solat dan sabar, bagaimana mungkin sabar dapat dijana tanpa solat? Inilah persoalan yang saya hendak bawa dalam penulisan kali ini. Sedangkan senjata paling utama yang perlu ada pada seseorang yang ditimpa sakit ialah solat. Bagaimana mungkin seseorang itu dapat bersabar jika solat tidak menjadi pakaian hidupnya. Dia berusaha untuk memujuk dirinya untuk bersabar, namun dia tidak mungkin dapat melakukannya kerana prasyarat untuk bersabar ialah solat. Alangkan dengan mendirikan solat pun kadang-kadang seseorang itu hilang kesabaran dalam menanggung rasa sakit, apatah lagi bagi seseorang yang tidak menitik beratkan solat.
Mungkin dari segi faktanya ramai orang menyedari bahawa sakit adalah kifarah atau penebus dosa-dosa yang kita lakukan. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW, ‘tidak ada kesakitan yang menimpa seorang muslim, hatta terkena duri, melainkan Allah akan menghapuskan dosa-dosanya’ . Nah! Bagaimana agaknya sakit tadi boleh menjadi penebus dosa dan kesalahan jika solat yang menjadi prasyarat kepada terhapusnya dosa itu tidak diendahkan. Alangkah besarnya kerugian yang ditanggung oleh orang yang diberi kesempatan untuk mendapat keampunan Allah, namun dia terlepas dari peluang tersebut kerana dia tidak mendirikan solat ketika sihatnya, apatah lagi ketika sakitnya.
Hari ini kita melihat manusia akan menggunakan alasan-alasan remeh temeh untuk tidak mendirikan solat. Cuba kita perhatikan gelagat manusia di dalam mencari nafkah dalam kehidupan. Perkara ini amat jelas di pasar malam contohnya. sebelum maghrib lagi pengusaha pasar malam telah memulakan perniagaan dan mereka terus disibukkan dengan perniagaan sehingga jauh malam. Sedangkan tidak ada yang menghalang mereka untuk mendirikan solat di tapak pasar malam itu sendiri. Mereka boleh sahaja membentangkan sejadah di belakang gerai dan mendirikan kewajipan solat yang tidak mengambil masa lebih dari tiga minit pun. Apa yang menghalang mereka untuk mendirikan solat? Tempat dan pakaian tidak bersih, bau ikan? Bau daging? Walaupun kita tidak merasa selesa dengan pakaian dan tempat, namun ia bukan najis dan ia tidak membatalkan wudhu dan solat tetap sah didirikan dalam keadaan sedemikian. Tidakkah kita pernah melihat di tanah suci, Makkah di mana kita melihat para peniaga akan mendirikan solat di kedai-kedai mereka setiap kali azan berkumandang. Apa yang menghalang kita untuk melakukan yang sama. Kita begitu berpegang dengan hadis Nabi ‘sembilan persepuluh rezeki datangnya dari perniagaan’. Ya mungkin kita akan mendapat rezeki yang melimpah-ruah dari urusan perniagaan kita’. Persoalan yang lebih penting bagi seorang mulsim, bukannya banyak atau sedikit, tetapi berkat atau tidak..
Saya merasa amat sedih melihat ada orang membuka gerai menjual nasi lemak di tepi jalan berhampiran dengan surau. Ketika azan subuh berkumandang, dia masih disitu dan berniaga ketika para jemaah mendirikan solat subuh. Inilah satu contoh kita tidak yakin dengan Allah SWT, pemberi rezeki. Kita sanggup meninggalkan solat, persoalan yang lebih besar dari hidup dan mati, hanya kerana keuntungan dunia yang amat sedikit.
Jika beginilah keutamaan kita dalam hidup bagaimana agaknya kita boleh bersabar dalam menghadapi saat-saat getir dalam hidup kita. Sedangkan kita tahu sabar itu adalah kekuatan yang datang dari Allah, yang dianugerahkan kepada hamba-hambanya yang taat. Jika Allah tidak memenuhkan dada kita dengan kesabaran maka kita tidak mungkin dapat bersabar meski pun orang memujuk kita supaya bersabar dengan sakit atau musibah yang menimpa kita.
Marilah kita bersyukur di saat Allah mengurniakan kita pelbagai ni'mat dan anugerah. Bersyukur yang kita maksudkan ialah mendirikan solat tanpa meninggalkan walau satu waktu pun dalam hidup kita. Inilah hakikat syukur yang sebenarnya. Ianya bukan syukur yang hanya terbit dalam bentuk ucapan ‘Alhamdulillah. . tetapi tidak pernah tergambar (di laksanakan)) dalam kehidupan, ibarat seorang artis wanita yang jelas melanggar perintah syariat dengan mendedahkan aurat dan menari melenggang lenggok dengan gerak tari yang menggiurkan. Kemudian apabila diumumkan sebagai pemenang anugerah muzik, maka ungkapan pertama yang keluar dari bibirnya ialah ‘Alhamdulillah! Allah telah memakbulkan doa saya..!
Apabila Allah diingati semasa kita senang, maka Dia akan memandang kepada kita disaat kita ditimpa musibah. Walaupun kita menanggung rasa sakit, menyedari bahawa Allah mendengar keluhan hambaNya, adalah ubat yang paling mujarab.. Ia sudah cukup untuk mengurangkan rasa sakit yang ditanggung.
Dr Hafidzi Mohd Noor
Subscribe to:
Posts (Atom)