Sejujurnya, apa yang kita ajar anak-anak kita dlm hal kematian???
Sejauh-jauh kaki melangkah, umur kita akan berakhir juga. Kelak, di suatu waktu yang kita tak pernah tahu bila datangnya, Allah Ta'ala akan mengirimkan utusan-Nya untuk menemui kita dan menghantarkan ruh kita ke hadapan-Nya. Akan ada tangis dan rasa kehilangan bagi orang-orang yang kita tinggalkan, meskipun tangisan itu mungkin tertahan di dalam dada. Akan ada doa-doa yang diucapkan sebagai ungkapan cinta yang begitu besar, meskipun sebesar-besarnya cinta, mereka tak akan mau menemani kita dalam kubur. Maka ketika itu, segala bentuk penghormatan tak berguna lagi. Hanya tiga yang masih boleh kita harapkan selain amal-amal yang sudah selesai pencatatannya: ilmu yang manfaat, amal jariyah, dan anak-anak solih yang mendoakan.
Kalau hari ini kita berharap anak-anak kita menjadi orang-orang hebat, punya gelar yang berderet-deret panjang, memiliki catatan prestasi yang tinggi, dan di waktu sekolah mereka selalu menjadi bintang kelas, maka itu semua tak lagi kita perlukan ketika malaikat Allah datang bertamu, untuk memeriksa amal-amal kita. Tepuk tangan tak lagi indah untuk dikenang jika ia hampa dari kebaikan. Prestasi menakjubkan tak lagi membahagiakan jika tak disertai dengan keimanan. Bahkan doa-doa yang mereka panjatkan, tak ada artinya bagi kita jika tak disertai kesolihan. Bukankah doa-doa mereka hanya akan berguna apabila dipanjatkan dengan jiwa yang penuh kesolihan? Waladun solihun yad'ulah bermakna kesolihan yang diiringi dengan kesediaan untuk mendoakan orangtuanya.
Tak ada gunanya mereka berdoa untuk kita bila pada diri mereka tak ada kesolihan, sebab solih dulu baru doa. Andaikata anak-anak kita hidupnya penuh kesolihan, itu sudah cukup untuk menghantarkan kita pada kemuliaan di akhirat. Sebab setiap kali mereka melakukan ibadah dan amal solih, selalu ada kebaikan yang tercatat untuk kita. Bukankah kita yang mengajarkan kebaikan pada mereka? Dan bukankah kalau kita mengajarkan kebaikan, lalu orang mengikutinya, maka bagi kita pahala sebagaimana pahala orang yang mengerjakannya?
Wallahu a'lam bisowab.
Teringatlah saya dengan firman Allah 'Azza wa ta’ala,
"Syurga'Adn. Mereka masuk ke dalamnya bersama mereka yang solih dari orangtua mereka, isteri-isteri mereka, dan anak cucu mereka, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu." (Ar-Ra'du: 23).
Lihatlah! Allah sudah ciptakan syurga 'Adn untuk kita dan anak-anak kita. Ia ciptakan pula malaikat-malaikat yang akan masuk dari semua pintu untuk melayani segala yang kita mau. Ia ciptakan semua itu untuk kita dan anak-anak kita yang solih. Tetapi sudah solihkah kita sehingga berani berharap anak-anak yang solih? Fikir dan renungkanlah ke dalam diri kita. Kiranya tanpa pertolongan Allah, apakah yang dapat kita harapkan dari dunia ini? Sedangkan TV selalu mengajak kita untuk lalai? Bahkan tayangan-tayangan yang disebut sebagai berunsur agama pun, lebih banyak yang meruntuhkan iman daripada yang membangunkannya.
Ah, diam-diam saya teringat dengan firman Allah ketika memperingatkan Rasulullah Sollallahu 'alaihi wassallam:
"Dan di antara manusia ada yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penentang yang paling keras." (Al-Baqarah: 204).
Berhentilah berharap dari apa yang tidak kita usahakan. Berhentilah bermimpi tentang TV yang bersiaran untuk kesempurnaan ruhiyah anak-anak kita, kecuali jika engkau berbuat yang nyata. Kelak kita tak dapat beri alasan kepada Allah di Yaumil-Hisab apabila anak kita lemah imannya dan rapuh jiwanya gara-gara TV. Tetapi apakah tanpa nonton TV anak-anak kita terselamat dari pengaruh negatif? Maka, apabila sekali waktu dadamu terasa sesak mendengar perkataan yang tidak layak dari anak-anak, mohonkanlah kepada Tuhanmu dengan jiwa yang menangis. Mohonkanlah dengan sungguh-sungguh, semoga setiap letih dan sedihmu akan menghantar mereka pada kemuliaan. Sesungguhnya di bawah telapak kakimu, wahai para ibu, ada syurga anak-anakmu. Dan pada ruang batinmu, terletak keselamatan mereka di dunia hingga akhirat.
Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niatnya. Jika yang ada di ruang batinmu adalah dunia, maka ketika mengajarkan agama pun, dunia yang sampai pada mereka. Kita ajarkan berdoa pada mereka, tetapi yang mereka harap dari doa itu adalah dunia. Mereka rajin berpuasa isnin dan khamis, tetapi mereka menahan lapar bukan karena mencintai sunnah Nabi, melainkan agar hajat-hajatnya pada dunia tercapai dan harapannya terkabul.
Sebaliknya jika yang ada di ruang batinmu adalah harapan pada kehidupan yang kekal di kampung akhirat, insya Allah kemana pun mereka berjalan, di situlah mereka menghadapkan wajahnya kepada Allah. Inilah yang akan mengawal mereka, mengawasi perbuatan mereka, dan menjaga tindakan mereka. Dan inilah sebaik-baik pengawasan, sebab ia tidak mempersyaratkan hadirnya kita setiap saat. Alangkah banyak orangtua yang menggunakan kekuatannya untuk membuat anak tunduk. Sementara mereka lupa bahwa badan yang segar ini akan lemah juga, suara yang keras ini akan sayu-sayup juga, dan mata yang selalu awas ini akan kehilangan kekuatannya juga; baik karena anak-anak yang semakin jauh ruang geraknya atau karena mata kita telah dimakan usia.
Mengingat ini semua, maka siapkanlah anak-anak kita untuk hidup di negeri akhirat. Apa pun yang engkau kerjakan, jadikan ia sebagai jalan untuk mempersiapkan mereka menghadap Tuhannya. Kalau di saat dinginnya malam menusuk tulang mereka menyusahkan kita, maka ikhlaskanlah kesusahan itu. Semoga Allah cukupkan kesusahan sampai di situ. Tidak berpanjang-panjang hingga akhirat. Sebab di hari kiamat, setiap kesusahan tak dapat diselesaikan, kecuali apabila kita mendapat syafa'at.
Kalau engkau bangun di tengah malam untuk membuatkan susu untuk anakmu, bancuhlah ia dengan bersungguh sambil mengharap agar setiap titis yang masuk ke kerongkongnya akan menyuburkan setiap benih kebaikan dan menyingkirkan setiap bisikan yang buruk. Kalau engkau menyuapkan makanan untuknya, maka mohonlah kepada Allah agar setiap makanan yang mengalirkan darah di tubuh mereka akan mengukuhkan tulang-tulang mereka, membentuk daging mereka, dan membangkitkan jiwa mereka sebagai penolong-penolong agama Allah. Semoga dengan itu setiap suapan yang masuk ke mulut mereka akan membangkitkan semangat dan meninggikan martabat. Mereka bersemangat untuk senantiasa menuntut ilmu, menunaikan amanah dan meninggikan nama Tuhannya, Allah 'Azza wa Jalla.
Kalau setiap kali ada yang engkau inginkan dari dunia ini, perdengarkanlah kepada mereka pengharapanmu kepada Allah, sehingga mereka akan dapat merasakan sepenuh jiwa bahwa hanya kepada Allah kita meminta. Sesungguhnya anak-anak yang kuat jiwanya adalah mereka yang yaqin kepada janji Tuhannya. Mereka tidak meminta-minta pada manusia, dan tidak takjub pada nama-nama orang yang disebut dengan penuh pujian. Hari ini, anak-anak kita sedang dilemahkan oleh media. Mereka diajak menakjubi manusia. Padahal manusia yang ditakjubi itu tiada kuasa untuk membuat diri mereka sendiri bersinar. Padahal untuk dapat disebut idola, mereka memerlukan dukungan suara-suara kita.
Ajarkan pada mereka keinginan untuk berbuat bagi agama Allah. Bangkitkan pada diri mereka tujuan hidup yang sangat kuat. Jika dua perkara ini ada pada diri mereka, insya Allah mereka akan tumbuh sebagai orang-orang yang penuh semangat. Kecerdasan mereka akan melonjak, berkembang pesat dan bakatnya akan tumbuh dengan baik. Mengikut teori kecerdasan majemuk, ada kecerdasan yang apabila berkembang akan merangsang kecerdasan lain untuk berkembang lebih pesat. Sementara pada anak-anak yang usianya telah tidak memungkinkan lagi mengembangkan kecerdasan, maka potensi kecerdasan yang ada akan melonjak secara lebih optimal. Nah, kecerdasan yang dapat merangsang jenis-jenis kecerdasan lain itu adalah kecerdasan eksistensial. Intinya pada kepekaan untuk merasakan, menghayati dan memahami tujuan hidup di atas pijakan keyakinan terhadap Tuhan.
Tanamkan juga pada diri mereka kesedaran untuk belajar menemukan fardhu kifayah di luar solah jenazah yang menyangkut kepentingan ummat ini, insya Allah yang demikian ini akan mengasah kepekaannya terhadap tanggung jawab. Setiap saat ia belajar berfikir apa yang patut dan sebaiknya dikerjakan bagi umat ini, sehingga membuat potensinya terasah dan kreativitasnya berkembang. InsyaAllah.
Demikianlah. Setelah Allah berikan dunia kepada kita, maka apa lagikah yang kita harapkan kecuali akhirat?*
Penulis : Muhammad Fauzil Adhim
No comments:
Post a Comment